Sugeng Rawuh Dateng Blog Fiqih Galak Gampil Online Pon Pes Ngalah

Kamis, 11 November 2010

HUKUM SESUATU YANG TERBUAT DARI KOTORAN ATAU BENDA NAJIS (Studi Kasus Biogas)

HUKUM SESUATU YANG TERBUAT DARI KOTORAN ATAU BENDA NAJIS
(Studi Kasus Biogas)

a.      Boleh (dihukumi suci)
Ø Menurut Syekh Abi Abdul Mukti atau Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitabnya Kasyifah al-Saja halaman 21, bahwasanya hukum biogas yang dihasilkan dari benda najis (seperti kotoran manusia atau kotoran hewan) adalah diperbolehkan dan dihukumi suci, dengan alasan karena biogas adalah termasuk bukhor (istilah Arab) yang berarti uap.
وَخَرَجَ بِدُخَانِ النَّجَاسَةِ بُخَارُهَا وَهُوَ الْمُـتَصَاعِدُ مِنْهَا لاَ بِوَاسِطَةِ نَارٍ فَهُوَ طَاهِرٌ وَمِنْهُ الرِّيْحُ الْخَارِجُ مِنَ الْكُـنُـفِ أَوْ مِنَ الدُّبُرِ فَهُوَ طَاهِرٌ فَلَوْ مَلاَأَ مِنْهُ قِرْبَةٌ وَحَمَلَهَا عَلَى ظَهْرِهِ وَصَلَّى بِهَا صَحَّتْ صَلاَ تـُُهُ

Tidak termasuk dalam asapnya benda najis, yaitu uap dari benda najis yang tidak disebabkan oleh api, maka uap ini adalah suci. Demikian halnya dengan angin yang keluar dari jamban (sapiteng) atau kentut yang keluar dari dubur juga dihukumi suci. Bahkan seandainya qirbah (sejenis wadah air atau susu yang terbuat dari kulit) berisi penuh dengan angin atau uap tersebut, kemudian seseorang shalat dengan membawa qirbah tersebut di atas punggungnya, maka sholatnya dihukumi sah.

Ø Menurut Imam al-Bujairomi
قَوْلُهُ: ( طَاهِرًا ) وَمِنْهُ الرِّيحُ عَلَى الرَّاجِحِ ؛ لِأَنَّهُ مِنْ بُخَارِ النَّجَاسَةِ بِغَيْرِ وَاسِطَةِ نَارٍ ق ل . وَنَصَّ م ر عَلَى أَنَّ الْبُخَارَ الْخَارِجَ مِنْ الْكَنِيفِ طَاهِرٌ ، وَكَذَا الرِّيحُ الْخَارِجُ مِنْ الدُّبُرِ كَالْجُشَاءِ ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يَتَحَقَّقْ أَنَّهُ مِنْ عَيْنِ النَّجَاسَةِ لِجَوَازِ أَنْ تَكُونَ الرَّائِحَةُ الْكَرِيهَةُ الْمَوْجُودَةُ فِيهِ لِمُجَاوَرَةِ النَّجَاسَةِ لَا أَنَّهُ مِنْ عَيْنِهَا .

Qoul Kyai mushonnif, (suci) uap atau angin termasuk suci menurut qoul yang rajih (unggul), karena angin tersebut berasal dari asap benda najis yang menggunakan perantara atau  media api (Imam Qoffal)
Dan Imam Romli  juga menegaskan bahwa asap yang keluar dari WC atau kandang ternak itu suci, begitu juga angin yang keluar dari dubur atau anus seperti serdawa (perut mual) karena belum tentu serdawa tersebut berasal dari benda (ain) yang najis, dan kemungkinan bau busuk atau menjijikkan yang ada didalamnya itu disebabkan karena dekatnya dengan najis bukan dari benda najisnya. (Hasyiyah al-bujairomi ala al-khotib juz 2 hal 185.)




b.      Tidak Boleh (tetap dihukumi najis)
Ø Menurut pendapat mushonnif kitab Khasyifatul jamal pada      bab far’un dukhonin najasati juz 2 hal 53 dijelaskan sebagai   berikut:
Termasuk kategori asap yaitu benda atau angin yang dihasilkan dari pembakaran kotoran hewan hingga menjadi bara api (mowo) yang tidak berasap, akan tetapi uap atau asap yang keluar dari proses pembakaran kotoran tersebut dihukumi najis, karena melalui perantara api. Dan apabila ada sesuatu yang disulutkan dari bara api ini seperti tangan anda dan tempat tinta (tabung asap), akhirnya ada kelembaban (basah) disalah satu sisi keduanya, sampai sampai benda yang suci menjadi najis karenanya, maka asap yang naik atau muncul itu hukumnya najis, bila tidak maka sebaliknya.”

( قَوْلُهُ وَبُخَارُهَا كَذَلِكَ إلَخْ ) ، وَمِنْهُ مَا يَقَعُ مِنْ حَرْقِ الْجُلَّةِ حَتَّى تَصِيرَ جَمْرًا لَا دُخَانَ فِيهِ لَكِنْ يَصْعَدُ مِنْهُ بُخَارٌ فَهُوَ نَجِسٌ ؛ لِأَنَّهُ بُخَارٌ بِوَاسِطَةِ نَارٍ ، وَلَوْ أُوقِدَ مِنْ هَذَا الْجَمْرِ شَيْءٌ كَيَدِك وَدَوَاةِ دُخَانٍ ، فَإِنْ كَانَ هُنَاكَ رُطُوبَةٌ مِنْ أَحَدِ الْجَانِبَيْنِ بِحَيْثُ يَتَنَجَّسُ بِهَا الطَّاهِرُ كَانَ الدُّخَانُ الْمُتَصَاعِدُ نَجِسًا وَإِلَّا فَلَا ا هـ عَزِيزِيٌّ . 


           
Ø Menurut ulama madzhab syafi’i bahwa asap dari benda najis bila terbakar maka ada dua pendapat:
a.       Najis; karena termasuk bagian yang terurai dari najis seperti abu,
b.      Tidak najis; karena asap tersebut adalah asapnya benda najis seperti angin kentut yang keluar dari perut.
Hal ini diterangkan dalam kitab al-Majmu’ juz 2 hal 579.

قَالَ اَلْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ الله ُ* [ وَأَمَّا دُخَانُ النَّجَاسَةِ إِذَا أَحْرَقَتْ فَفِيْهِ وَجْهَانِ اَحَدُهُمَا اَنَّهُ نَجِسٌ ِلاَنَّهَا اَجْزَاءٌ مُتَحَلِّلَةٌ مِنَ النَّجَاسَةِ فَهُوَ كَالرَّمَادِ وَالثَّانِى لَيْسَ بِنَجَسٍ ِلاَنَّهُ بُخَارُ نَجَاسَةِ فَهُوَ كَاْلبُخَارِ اَلَّذِىْ يَخْرُجُ مِنَ الْجَوْفِ ] *

SIKAP DAN KEPRIBADIAN SEORANG SUFI

SIKAP DAN KEPRIBADIAN
SEORANG SUFI

·      Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama
a.       Menurut Imam Junaidi al-Baghdadi
وَقَالَ جُنَيْدِيْ: اَلصُّوْفِيْ كَالاَرْضِ يُطْرَحُ عَلَيْهَا كُلُّ قَبِيْحٍ وَلاَ يَخْرُجُ مِنْهَا إِِلاَّ كُلُّ مَلِيْحٍ  وَقَالَ اَيْضًا: اَلصُّوْفِى كَالاَرْضِ يَطَئُوْهَا الْبِرُّ وَالْفَاجِرُ وَكَالسَّمَاء وَكَالسَّحَابِ ِ تُظِلُّ كُلَّ شَيْءٍ وَكَالْمَطَارِ  يُسْقِى كُلَّ شَيْءٍِ . في الكتاب نشأة التصوف وتصريف الصوف ص 22  

“Seorang sufi itu bagaikan bumi yang bila dilempari keburukan maka ia akan selalu membalasnya dengan kebaikan. Seorang sufi itu bagaikan bumi yang mana di atasnya berjalan segala sesuatu yang baik maupun yang buruk (semua diterimanya). Seorang sufi juga bagaikan langit atau mendung yang menaungi semua yang ada di bawahnya, dan  seperti air hujan yang menyirami segala sesuatu tanpa memilah dan memilih, [yang baik maupun yang buruk semuanya diayominya]”. Kitab Nasyatu at-Tashawuf wa tashrifu as-Shufi hal 22




b.      Dan menurut Aba Bakar al-Syibli dalam kitab Hilyatul Auliya' Hal 11.
قَالَ اَبَا بَكَرْ الشِّبْلِيْ: اَلصُّوْفِيْ, مَنْ صَفاَ قَلْبَه فَصَفَى، وَسَلَكَ طَرِيْقَ اْلمُصْطَفَى صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَمَى الدُّنْيَا خَلْفَ اْلقَفَا، وَأَذَاقَ اْلهَوَى طَعْمَ اْلجَفَا.(كتاب حلية الاولياء ص:11)

“Orang sufi itu adalah seseorang yang membersihkan hatinya maka bersihlah hatinya, dan mengikuti jalannya Nabi al-Musthafa SAW. Serta tidak terlalu memikirkan perkara duniawi (lebih mementingkan masalah ukhrowi), dan menghilangkan keinginan hawa nafsunya.

c.        Aba Hammam Abd. Rohman bin Mujib as-Shufi berpendapat:
سَمِعْتُ أَبَا هَمَّامْ عَبْدَ الرَّحْمنْ بِنْ مُجِيْب اَلصُّوْفِي وَسُئِلَ عَنِ اَلصُّوْفِيْ فَقَالَ: لِنَفْسِهِ ذَابِحٌ، وَلِهَوَاه فَاضِحٌ، وَلِعَدُوِّه جَارِحٌ، وَلِلْخَلْقِ نَاصِحٌ. دَائِمِ اْلوَجَلِ، يَحْكُمُ اْلعَمَلَ، وَيَبْعَدُ اْلأَمَلَ وَيَسُّدُّ اْلخِلَلَ، ويَغْضَى عَلىَ الزَّلَلِ، عُذْرُهُ بِضَاعَةٍ، وَحَزْنُهُ صَنَاعَةٌ وَعَيْشُهُ قَنَاعَةٌ بِالْحَقِّ عَارِفٌ وَعَلىَ الْبَابِ عَاكِفٌ وَعَنِ الْكُلِّ عَازِفٌ. (كتاب حلية الاولياء ص:11)

“Ciri-ciri orang sufi itu adalah sebagai berikut ;
1.       Seseorang yang merasa dirinya hina
2.       Menahan dan memerangi hawa nafsunya
3.       Memberi nasehat kepada mahluk
4.       Selalu mendekatkan diri kepada Allah
5.       Berperilaku bijaksana
6.       Menjauhi berandai-andai (berangan-angan terlalu tinggi dalam hal duniawi)
7.       Tidak mau mencela
8.       Mencegah perbuatan dosa
9.       Waktu luangnya digunakan untuk beribadah
10.   Susahnya sengaja di buat-buat (karena memang seorang sufi itu terhindar dari berbagai macam kesedihan dan kesusahan duniawiyah),
11.   Hidupnya sederhana
12.   Arif terhadap sesuatu yang benar
13.   Mengasingkan diri dan mencegah dari segala sesuatu yang sia-sia.

·      Pembagian ciri-ciri kepribadian dan perilaku seorang sufi
عَلاَمَةُ الصُّوْفِيّ الصَّادِقِ: أَنْ يَفْتَقِرَّ بَعْدَ الغِنىَ، وَيَذِلَّ بَعْدَ الْعِزِّ، وَيَخْفىَ بَعْدَ الشُّهْرَةِ، وَعَلاَمَةُ الصُّوْفِيْ اَلْكَاذِبِ: أَنْ يَسْتَغْنِيَ بِالدُّنْيَا بَعْدَ الْفَقْرِ، وَيَعِزَّ بَعْدَ الذِلِّ، وِيَشْتَهِرَ بَعْدَ الْخُلَفَاءِ. ( كتاب رسالة القشيرية ص 126-127 )

Menurut Imam Qusyairi dalam kitabnya Risalah Qusyairiyah hal. 126-127 ciri-ciri kepribadian dan perilaku seorang sufi dibagi menjadi dua yaitu:
Ø  Seorang sufi as-Shodiq: merasa miskin setelah memperoleh kekayaan, merasa hina setelah mendapatkan kemulyaan, dan menyamarkan dirinya setelah terkenal.
Seorang sufi al-Kadzib: merasa kaya akan harta sesudah faqir, merasa mulia setelah hina, merasa terkenal yang mana sebelumnya dia tidak masyhur

Rabu, 10 November 2010

SAMBUTAN

SAMBUTAN
Kepala Madrasah Diniyah Mu’allimin Mu’allimat Darut Taqwa
Sengonagung Purwusari Pasuruan
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ.
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas hidayah dan inayah-Nya, proses revisi buku Galak Gampil edisi ke-II dan III telah rampung dan selesai dikerjakan.
Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad Saw. yang telah mengajarkan syariat dengan keteladanan kepada siapa saja yang mengharap keselamatan dan kebahagiaan.
Buku Galak Gampil edisi revisi ini merupakan upaya pembetulan dan penyempurnaan atas kekurangan atau kesalahan penulisan dari edisi Galak Gampil yang sudah dipublikasikan. Di samping itu, Galak Gampil edisi revisi tersebut merupakan wujud respon atas aspirasi, saran, dan kritik konstruktif dari masyarakat.
Dinamika kehidupan masyarakat yang majemuk tentunya sangat kompleks, sehingga tidak jarang dan bahkan sering kali kita menemukan persoalan yang tak kunjung menemukan titik terang. Sebagian orang merasa bahwa dirinya atau kelompoknyalah yang benar dan yang paling benar dengan tanpa malu atau sungkan menyalahkan serta menghinakan yang lain. Berprinsip dalam mengikuti ajaran, sifat egois dan fanatisme kadang bisa membius seseorang sehingga memungkinkan ia lalai terhadap kewajiban lain yang mestinya dikerjakan, seperti keharusan menjaga kerukunan dan kedamaian, saling menghormati satu sama lain, dan lain sebagainya.
Maka dari itulah, sikap saling teposeliro, toleran, moderat, menghargai perbedaan, dan jiwa rahmatan lilalamin sangatlah penting untuk diaktualisasikan dan dipupuk bersama agar wawasan keilmuan akan bertambah luas terutama dalam masalah fiqhiyah waqi’iyah yang kontekstual.
Semoga kehadiran buku edisi revisi ini bisa memenuhi harapan bagi umat yang menginginkan adanya alternatif solusi dalam menyelesaikan persoalan dengan tanpa menambah permasalahan. Akhirnya semoga bermanfaat.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sengonagung, 14 April 2010
Kepala Madrasah Diniyah
Mu’allimin Mu’allimat Darut Taqwa
Durrotun Nasikhin, S.PdI.

Selasa, 09 November 2010

SALAM MENGGUNAKAN SELAIN BAHASA ARAB


Ucapan salam sering kita dengar di suatu acara atau setiap kali bertemu teman atau saudara, namun salam yang diucapkan itu selain bahasa arab seperti dengan bahasa jawa, indonesia atau inggris.
Bagaimanakah pandangan fiqh mengenai ucapan salam selain bahasa arab?
a.       Tidak sah dan tidak wajib dijawab
b.      Sah dan wajib dijawab salamnya
Keterangan kitab Al-Majmu’, Juz 4 hal 599 ;
حَكَى الرَّافِعِى فِي السَّلاَمِ بِالْعَجْمِيَةِ ثَلاَثَةَ أَوْجُهٍ اَحَدُهَا لاَ يُجْزِئُ وَالثَّالِثُ إِنْ قُدِرَ عَلَى الْعَرَبِيَّةِ لَمْ يُجْزِئُهُ وَإِلاَّ فَيُجْزِئُهُ وَالصَّحِيْحُ بَلْ الصَّوَابُ صِحَّةُ سَلاَمِهِ بِالْعَجْمِيَةِ وَوُجُوْب الرَّدِّ عَلَيْهِ إِذَا فَهَّمَهُ الْمُخَاطَبُ سَوَاءٌ عُرِفَ الْعَرَبِيَّةُ اَمْ لاَ ِلأَنَّهُ يُسَمَّى تَحِيَّةً وَسَلاَمًا وَاَمَّا مَنْ لاَ يَسْتَقِيْمُ نُطْقَةً بِالسَّلاَمِ فَيُسْلِمُ كَيْفَ اَمْكَنَهُ بِاْلإِتِّفَاقِ ِلأَنَّهُ ضَرُوْرَةٌ إهـــ مجموع جزء 4 ص 599  

Artinya: Imam Rofi’i menceritakan tiga pendapat tentang salam menggunakan bahasa selain arab, 1. Tidak cukup, 2. Cukup, 3. Jika mampu menggunakan bahasa arab maka tidak cukup, tetapi kalau tidak bisa maka cukup, sedangkan pendapat yang shahih bahkan benar salam sah menggunakan bahasa apa saja selain bahasa arab dan wajib menjawab bagi orang yang disalami jika bisa dipahami maksudnya baik yang mengucapkan salam bisa bahasa arab atau tidak bisa, karena salam selain bahasa arab bisa disebut sebagai penghormatan dan ucapan selamat, sedangkan bagi orang yang tidak mampu mengucapkan salam maka para Ulama sepakat baginya tetap disunahkan salam sebisanya karena Darurat.
Penjelasan:
Ucapan “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” sebagai tanda penghormatan dan ucapan selamat, demikian pula ucapan salam dengan menggunakan berbagai bahasa yang bisa dimengerti, bahkan orang yang tidak mampu mengucapkan salam disunahkan menggunakan bahasa yang mudah dipahami